Jusuf Kalla Mengakui Data Produksi Pangan yang Mencengangkan

Wakil Presiden Jusuf 'JK' Kalla mengatakan pemerintah tidak memiliki data akurat produksi beras sejak 20 tahun terakhir. Data itu, lanjutnya, tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.

Masalah pada data ini telah muncul sejak 1997, dan kami tidak meninjaunya secara menyeluruh, jadi kami terus menambahkan nomor produksi, kata JK di kantornya, Senin, 22 Oktober.

Sawah Indonesia menurun sebesar 1,5 persen per tahun karena, misalnya, kenaikan populasi. JK mengatakan data ketidaktepatan produksi beras tetap sampai sekarang. Dia menyebutkan, Kementerian Pertanian memperkirakan luas panen pada Oktober hingga Desember 2018 sebesar 2,85 hektare.

Dari prediksi, kementerian memperkirakan produksi akan mencapai 15,09 juta ton gabah kering giling (GKG), atau sama dengan 8,7 juta ton beras. JK mengaku bertanggung jawab atas data yang salah. Saya adalah salah satu Wakil Presiden sebelumnya yang tidak mengevaluasi [kasus ini], katanya.

Data produksi beras telah jauh dari kenyataan selama bertahun-tahun. Pakar pertanian telah menyuarakan bahwa pemerintah telah menetapkan data yang tinggi. 

Namun, menurut JK, pemerintah berusaha untuk memulihkannya sejak tiga tahun lalu dengan melengkapi perhitungan menggunakan metode sampel daerah (KSA), kolaborasi antara Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Geospasial Badan Informasi (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Melalui metode tersebut, JK mengklaim, pemerintah memiliki data yang lebih akurat. Hingga September 2018, luas panen sebesar 9,5 juta hektar, dan dengan menghitung potensi produksi hingga Desember 2018, angkanya mungkin akan naik menjadi 10,9 hektar.

Produksi gabah beras giling kering tercatat sebesar 49,65 juta ton hingga September tahun ini, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras hingga akhir tahun.